Opini WTP untuk LKPD Kabupaten Batang Hari Tahun Anggaran 2012 |
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) menjadi isu yang cukup hangat dan diperbincangkan oleh banyak instansi pemerintah baik pusat maupun daerah. WTP merupakan penilaian yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada suatu instansi pemerintah pusat dan daerah terkait dengan laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan landasan dari kinerja birokrasi pemerintahan. Untuk itu, status WTP setidaknya menjadi cermin bagi keberhasilan kinerja aparatur negara dalam memberikan pelayanan kepada publik.
Lantas seberapa besar manfaat Laporan Keuangan Daerah dengan status WTP? Yang jelas semua lembaga negara di tingkat pusat atau biasa disebut Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan untuk lembaga negara di tingkat daerah disebut Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) punya obsesi memperoleh laporan keuangan WTP dari BPK. Dengan memperoleh predikat WTP, Laporan Keuangan sebuah instansi pusat dan daerah dinilai berhasil. Untuk meraih WTP ini tidak mudah, harus ada pengecekan berkala dan melalui proses.
Selain WTP, dikenal juga opsi Laporan Keuangan lainnya yang disebut Disclaimer Opinion atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP) terhadap Laporan Keuangan. Level dibawahnya ada Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau Qualified Opinion dan Laporan Keuangan Tidak Wajar (TW) atau Adverse Opinion. Agar sebuah Laporan Keuangan dinyatakan memperoleh WTP setidaknya harus melalui beberapa proses diantaranya sesuai reputasi pemerintah dan instansi bersangkutan, sistem pengendalian keuangan yang baik, transparansi, dan sebagainya.
Selain itu, syarat utama tercapainya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap LKPD adalah keterbukaan. Keterbukaan yang dimaksud adalah dalam menyajikan dan mengungkapkan seluruh transaksi keuangan yang dilakukan dan seluruh kekayaan yang dikuasai Pemerintah Daerah (pemda) tersebut. Keterbukaan tersebut perlu didukung dengan bukti-bukti yang relevan dan valid sehingga dapat ditelusuri serta diuji oleh BPK. Oleh karenanya agar LKPD dapat mencapai opini WTP, BPK biasanya akan meminta adanya wujud komitmen perbaikan tata kelola keuangan secara nyata dan terarah.
Upaya-upaya perbaikan itu dapat berupa, perbaikan posisi kekayaan pemda sesuai dengan koreksi atau rekomendasi BPK. Selanjutnya, perlunya perbaikan sistem pengendalian intern, agar kelemahan dalam pengelolaan keuangan sebelumnya tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Serta, perlunya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar semakin memahami dalam pengelolaan dan pelaporan keuangan daerah.
Selanjutnya, sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (3) UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksa Keuangan dan Tanggung Jawab Negara, paling lambat 60 hari sejak laporan hasil pemeriksaan diterima, kepala daerah berkewajiban menyampaikan perkembangan tindak lanjut yang dilakukan meskipun masih pada tahap awal dari suatu proses tindak lanjut. Inilah pentingnya suatu rencana aksi (action plan) dibuat, yaitu agar proses perbaikan yang dilakukan menjadi jelas, terarah dan terpadu. Agar rencana aksi tersebut dapat disusun dengan baik, kepala daerah perlu melakukan telaah yang komprehensif atas laporan hasil pemeriksaan BPK.
Dalam konteks yang lebih luas, opini WTP haruslah dimasukan sebagai bagian dari upaya perbaikan sistem informasi keuangan, sehingga dapat digunakan untuk mencapai keputusan terbaik bagi daerah. Namun, Opini WTP tidak diperoleh secara instan, tetapi harus diwujudkan melalui suatu proses yang didasarkan pada input, proses dan output yang baik, dan haruslah terpadu serta berkesinambungan sebagai pondasi sistem pelaporan keuangan yang baik, termasuk komitmen pimpinan daerah dan jajarannya.
Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan yang bersih, yang tak kalah pentingnya adalah komitmen dan konsistensi. Terkait desentralisasi fiskal, sejak diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah (Otda), telah terjadi otonomi politik dan bagaimana menata dan mengelola keuangan daerah yang baik, efesien dan efektif. Tuntutan UU dan peraturan yang berlaku, bahwa sepersen pun uang negara harus bisa dipertanggungjawabkan.
Jika pengelolaan keuangan baik, tentu investor akan datang dan pihak swasta pun akan semakin banyak menanamkan modalnya. Untuk itu, menjadi tugas kepala daerah untuk mendorong pembangunan melalui pengelolaan keuangan secara baik. Dalam hal ini tentu dibutuhkan sumberdaya manusia yang memadai dan menguasai bidang akuntansi. Keberadaan SDM yang handal sangat dibutuhkan demi terwujudnya tata kelola keuangan pemerintah yang akuntabel. Ke depan juga harus dimantapkan untuk meningkatkan kualitas SDM, agar keinginan masyarakat akan adanya pemerintahan yang benar-benar bersih bisa tercapai dan memperoleh opini WTP.
WTP juga menjadi perhatian serius bagi jajaran pemerintahan pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Untuk meraih predikat WTP, Kemendagri saat ini terus melakukan berbagai pembenahan internal. Dengan adanya pembenahan secara internal yang dilakukan secara terarah dan berkelanjutan, Kemendagri berharap usahanya itu dapat dijadikan benchmark bagi pelaksanaan program reformasi birokrasi di lingkungan Pemerintah Daerah.
Saat ini, Kemendagri tengah mempersiapkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan sesuai dengan grand design reformasi birokrasi 2010-2025, yang secara operasional dijabarkan dalam roadmap reformasi birokrasi. Roadmap tersebut merupakan rencana rinci reformasi birokrasi dan sebagai satu tahapan menuju tahapan lain selama lima tahun dengan sasaran per tahun yang jelas. Kemendagri juga tengah menyusun rencana aksi sebagai pedoman dan panduan bagi seluruh jajaran Kemendagri melalui langkah-langkah penyelesaian dan perbaikan kebijakan, sistem dan prosedur. Diharapkan para pejabat struktural bisa memiliki etos kerja dan budaya kerja yang baik.
Kemendagri, selain melakukan pembinaan internal, juga harus mendorong pemda untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangannya. Berdasarkan perolehan data terhadap hasil audit BPK atas LKPD tahun 2012 sampai degan triwulan III tahun 2013, terdapat peningkatan signifikan atas kualitas opini terhadap LKPD, yaitu dari 34 pemda di tahun 2010, menjadi 67 pemda di tahun 2011, dan menjadi 118 pemda atau meningkat sebanyak 51 pemda di tahun 2012 yang memperoleh opini WTP.
Namun demikian, jika dilihat secara keseluruhan, LKPD yang belum memperoleh opini WTP dari BPK jumlahnya cukup signifikan, yaitu sebanyak 376 pemda (76 persen dari total 494 pemda). Hal ini menunjukkan penerapan sistem pengendalian intern dalam pengelolaan keuangan daerah belum optimal atau efektif, seperti kurang tertibnya penyusunan dan penerapan kebijakan.
Kenyataan tersebut menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi Kemendagri c.q. Direktorat Jenderal Keuangan Daerah. Harus ada langkah-langkah taktis dan strategis untuk membenahi manajemen keuangan di tingkat daerah. Sejumlah langkah mendesak yang perlu diambil, antara lain memonitor penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen dan akuntansi barang milik negara, verifikasi terhadap kesalahan penganggaran belanja, menata SDM, serta menertibkan dan mengelola aset. Untuk meraih predikat WTP, Kemendagri siap membuka diri seluas-luasnya kepada BPK untuk membantu dan memberikan masukan demi penyempurnaan pengelolaan keuangan baik di Kemendagri maupun di setiap Pemda.