Anggota DPRD Kab. Batanghari
Larangan Politik Dinasti versus Hak Azasi Manusia
Diposting Oleh Admin DPRD Kab. Batang Hari | Penulis/Sumber: Muhammad Aris, SH (Tim Ahli DPRD Kabupaten Batang Hari) | Tanggal: 29 Maret 2015

PILKADA serentak Desember 2015 mendatang segera dilaksanakan di sejumlah kabupaten/kota dalam Provinsi Jambi diantaranya, Kabupaten Batang Hari, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Kota Sungai Penuh, Bungo dan Provinsi Jambi sendiri. Segala persiapan mulai dari anggaran hingga regulasi pilkada terus disempurnakan.

Sejumlah bakal calon (balon) yang digadang-gadang akan maju bertarung pada pilkada akhirnya mulai berpikir panjang, karena ada benturan persyaratan pasangan calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota yang ada di revisi UU pilkada termasuk dalam rancangan PKPU. Para tokoh di Jambi yang terancam maju pilkada diantaranya, Riduwan Ibrahim yang notabene bakal cabup Bungo dan memiliki hubungan keluarga (ipar) dengan Wagub Jambi Fachrori Umar, kemudian Hazrin Nurdin yang merupakan paman dari Bupati Tanjab Timur Zumi Zola, istri mantan Bupati Batanghari Sofia Fattah, adik kandung Bupati Muaro Jambi Burhanuddin Mahir, Agustian Mahir dan menantu Gubernur Jambi Kemas Fuad.

Pasca revisi UU pilkada dan rancangan PKPU tentang Pencalonan yang telah dilakukan uji publik beberapa waktu lalu, ada beberapa pasal yang menurut saya dinilai bertentangan dengan hak dasar manusia (baca hak azasi manusia), pasal yang dinilai menbegal hak azasi manusia adalah pasal 4 ayat 1 dan ayat 8 draf PKPU tersebut yang berbunyi :

Warga Negara Republik Indonesia dapat menjadi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota dengan memenuhi persyaratanadalah “Tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana.” (pasal 4 ayat 1 hurug q).

Selanjutnya, yang dimaksud tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana dijelaskan pada pasal 4 ayat 8, berbunyi :

a. tidak memiliki ikatan perkawinan dengan petahana, baik suami maupun istri; atau

b. tidak memiliki hubungan darah/garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, yaitu bapak/ibu atau bapak mertua/ibu mertua dengan petahana; atau

c. tidak memiliki hubungan darah/garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke bawah, yaitu anak atau menantu dengan petahana; atau

d. tidak memiliki hubungan darah/garis keturunan ke samping, yaitu kakak/adik kandung, ipar, paman atau bibi dengan petahana.

Dan dijelaskan lebih rinci lagi pada pasal 4 ayat 9 dengan ketentuan;

a. Calon Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota tidak mempunyai ikatan perkawinan atau hubungan darah/garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan Gubernur atau Wakil Gubernur pada provinsi yang sama;

b. Calon Gubernur atau Wakil Gubernur tidak mempunyai ikatan perkawinan atau hubungan darah/garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota pada provinsi yang sama.

Bila mengacu kepada rancangan PKPU tersebut yang bertitik tolak dari revisi UU pilkada, maka menurut penulis, bahwa rancangan regulasi pilkada saat ini dinilai bertentangan dengan sejumlah aturan yan lebih tinggi, bahkan dinilai bertentangan dengan UUD 1945, kemudian bertentangan dengan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak azasi manusia atau kata lain bernilai diskriminatif dan tidak memberikan kepastian hukum dan persamaan hak. Penulis sendiri memberikan gambaran pertentangan antara penolakan politik dinasti sementara disatu sisi hak-hak azasi manusia dijamin UUD 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999.

Dalam pasal 28D ayat 1 dan 3 UUD 1945 berbunyi : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum” lalu “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.

Selanjutnya, pada pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang dikatakan

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Kemudian, pada pasal 1 angkat 3 UU No. 39 Tahun 1999, bahwa yang dimaksud diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik. yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya. dan aspek kehidupan lainnya.

Begitu juga pada pasal 3 UU No. 39 Tahun 1999, berbunyi :

(1) Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan.

(2) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

(3) Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.

 Selanjutnya pasal 15 UU No. 39 Tahun 1999 dikatakan ;

“Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya,”.

Lalu pada pasal 43 ayat 1 UU No. 39 Tahun 1999 dikatakan :

“Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,”.

Oleh karena itu, bila kita mengacu kepada pasal 7 ayat 1 UU No. 12 Tahun 2011 tentang peraturan pembentuk Undang-undang. Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Perppu;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

 

Kemudian, pada pasal 9 UU No. 12 Tahun 2011 dikatakan :

(1). Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.

(2). Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan dibawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.

 

Bila melihat sejumlah dasar hukum yang dikemukan diatas, penulis menilai bahwa sudah sepatutnya bakal calon (balon) atau setiap warga negara indonesia yang ingin maju pada pilkada namun terbentur aturan ikatan perkawinan atau memiliki hubungan keluarga dengan Petahana melakukan ‘perlawanan’ hukum baik kepada Mahkamah Konstitusi (MK) maupun ke Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada pasal 9 UU No. 12 Tahun 2011. Supaya ada kepastian hukum dan tidak ada tindakan diskriminasi hak azasi manusia sebagaimana yang ditegaskan pada pasal 1 angka 3 UU No. 39 Tahun 1999.

Saat ini sudah ada sejumlah pihak yang mengajukan uji materi ke Makkamah Konstitusi (MK) dengan perkara No. 33/PUU-XIII/2015 dan No. 34/PUU-XIII/2015 terkait dengan larangan maju pilkada akibat adanya ikatan perkawinan atau hubungan keluarga dengan petahana, semoga saja putusan hukum tersebut segera keluar dan warga negara Indonesia yang merasa dirugikan tersebut mendapatkan kepastian hukum.

Dari berbagai sumber yang diperoleh, politik dinasti di Indonesia tersebar dipelosok nusantara, diantaranya :

1.  Sjachroedin ZP, Gubernur Lampung. Dia juga merupakan:

-    Ayah dari Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza.

-    Ayah dari Wakil Bupati Pringsewu Handiytya Narapati. 

2.    Atut Chosiyah, Gubernur Banten. Dia juga merupakan:

-    Kakak kandung Wakil Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah.

-    Kakak tiri Wali Kota Serang Tubagus Haerul Jaman.

-    Kakak ipar wali kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.

-    Anak tiri Wakil Bupati Pandeglang Heryani.

3. Ahmed Zaki Iskandar, Bupati Tangerang. Dia juga merupakan anak mantan Bupati Tangerang Ismet Iskandar.

4. Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Sulawesi Selatan. Dia juga merupakan kakak kandung Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo.

5. Andi Idris Syukur, Bupati Barru, Sulawesi Selatan. Dia juga merupakan anak mantan Bupati Barru. 

6. Adelheid Sosang, Wakil Bupati Tana Toraja, Sulawesi Selatan, merupakan istri dari mantan Bupati Tana Toraja Juhanis Amping Situru.

7. M Natsir Ibrahim, Wakil Bupati Takalar, merupakan anak mantan Bupati Takalar Ibrahim Rewa. 

8. Sinyo Harry Sarundajang, Gubernur Sulawesi Utara, merupakan ayah dari Wakil Bupati Minahasa Ivan SJ Sarundajang. 

9. Harley Alfredo Benfica Mangindaan, Wakil Wali Kota Manado, Sulawesi Utara. Dia merupakan anak dari Menteri Perhubungan yang juga Gubernur Sulawesi Utara periode 1995-2000 EE Mangindaan. 

10. Bachrum Harapan, Bupati Padang Lawas Utara, Sumatra Utara. Dia merupakan orang tua kandung dari Wali Kota Padang Sidempuan Andar Amin Harahap.

11. Zumi Zola Zulkifli, Bupati Tanjung Jabung Timur, Jambi. Dia merupakan anak mantan Gubernur Jambi periode 1999-2004 Zulkifli Nurdin. 

12. Hasan Basri Agus, Gubernur Jambi. Dia merupakan mertua Wakil Bupati Muaro Jambi Kemas Fuad. 

13. Neneng Hasanah Yasin, Bupati Bekasi. Dia merupakan menantu mantan Bupati Bekasi Saleh Manaf. 

14. Anna Sophanah, Bupati Indramayu. Dia merupakan istri mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin alias Yance. 

15. Ati Suhari, Wali Kota Cimahi. Dia merupakan istri mantan Wali Kota Cimahi Itoc Tochija. 

16. Dadang Naser, Bupati Bandung, merupakan menantu bupati periode sebelumnya, Obar Sobarna.

17. Widya Kandi Susanti, Bupati Kendal, Jawa Tengah. Dia merupakan mantan Bupati Kendal Hendy Boedoro. 

18. Sri Hartini, Wakil Bupati Klaten, Jawa Tengah. Dia merupakan istri mantan Bupati Klaten (alm) Haryanto.

19. Sri Suryawidati, Bupati Bantul, DI Yogyakarta. Dia merupakan istri mantan Bupati Bantul Idham Samawi. 

20. Puput Tantriana, Bupati Probolinggo, Jawa Timur. Dia merupakan istri mantan Bupati Probolinggo Hasan Aminudin. 

21. Haryanti Sutrisno, Bupati Kediri, Jawa Timur. Dia merupakan mantan Bupati Kediri Sutrisno. 

22. Mohammad Makmun Ibnu Fuad, Bupati Bangkalan, Jawa Timur. Dia merupakan anak mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin. 

23. Ferry Zulkarnain, Bupati Bima, NTB, merupakan kakak dari Wakil Bupati Bima Syafrudin M Nur. 

24. Supian Hadi, Bupati Kota Waringin Timur, Kalimantan Tengah. Dia merupakan menantu Bupati Seruyan, Darwan Ali. 

25. Rita Widyasari, Bupati Kutai Kertanegara. Dia merupakan anak mantan Bupati Kutai Kertanegara Syaukani Hasan Rais. 

26. Tuasikal Abua, Bupati Maluku Tengah. Dia juga merupakan kakak mantan Bupati Maluku Tengah Abdullah Tuasika.

 

Politik dinasti yang terbangun di sejumlah daerah di Indonesia tidak semuanya memicu persoalan hukum (terjerat kasus hukum akibat kasus korupsi), namun demikian, kasus yang menjerat Ratu Atut Chosiyah, Gubernur nonaktif Banten akhirnya menjadi puncak titik es yang memperkuat larangan politik dinasti yang oleh DPR dan pemerintah termasuk penyelenggara pemilu sepakat memperkuat larangan politik dinasti dalam regulasi pilkada.  Sementara itu dalam implementasi hak dan kebebasan, hak-hak azasi manusia juga ada batasan sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan, dalam pasal 28 J ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis,”.(*Tim Ahli DPRD Batang Hari/Mantan anggota KPU Batang Hari 2008 – 2013)